ASK ME.

If you want the copy of my stories, just ask me through my Facebook. God bless you.

Thursday, July 4, 2013

Every Twin Has A Special Soulmate! (Chapter 4 - Final)

Aku berpikir dalam hati. Mungkinkah Chris jatuh cinta pada Corry? kalau iya, kasihan dia, karena Corry sudah punya Thomas. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya nanti kalau dia patah hati.

"Kalian memang kembar," katanya, "tapi selama seminggu penuh ini aku menemukan suatu perbedaan yang mencolok. Bahkan ketika kalian memakai baju yang sama seperti dua hari lalu."

Aku dan Corry mendengarkan dengan seksama untuk mengetahui arah pembicaraannya.

"Seorang pria selalu berjalan di sebelah kanan karena dia harus melindungi," lanjutnya,

Ya, kurasa dia ingin mengungkapkan perasaannya. Kasihan Chris.

"Karena itu, wanita selalu berada di sebelah kiri,"

Tuhan, semoga dia akan baik-baik saja, pikirku dalam hati. Aku akan mencoba menghiburnya setelah kepergian Corry.

"Dan kalian tidak pernah berada di posisi yang berbeda ketika kalian sedang bersama. Selalu sama," katanya. Ia menatap saudara kembarku. "Corry, aku mau kau menjadi saksi."

"Saksi?" Corry bertanya.

Aku menjadi bingung ke arah mana pembicaraan ini jadinya.

"Saksi bahwa aku tidak akan pernah beranjak dari sisi kanan dari wanita ini," katanya. "Carry, yang selalu berada di posisi kiri. Jadi saat kau pergi, aku akan menggantikan posisimu di sebelah kanan dan menjaganya."

Chris menyatakan perasaannya? Padaku? Di depan saudara kembarku? Yang menjadi saksi? Dan, selama ini aku selalu berada di sebelah kiri Corry? kenapa aku baru menyadarinya? Dia bahkan mengetahui apa yang tidak kuketahui.

Corry tertawa. "Dengan senang hati aku memberikanmu posisiku," ia berkata senang.

Chris berdiri menghadap ke arahku. Ia memegang kedua tanganku. "Carry, entah kenapa pertama kali melihatmu aku bisa merasakan perasaan ini. Aneh, aku tahu," katanya. "Tapi inilah yang memang kurasakan. Pagi hari saat pertama kali aku datang ke rumahmu, itulah saat pertama aku yakin kaulah wanita itu. Semakin lama semakin ingin rasanya aku ada bersamamu."
Aku tersenyum lebar. Hatiku benar-benar berbunga-berbunga. Suasana yang dingin di dalam ruanganpun menjadi panas rasanya.

"Bolehkah aku menjadi seseorang yang berada di sisi sebelah kananmu setiap waktu?" ia berlutut di hadapanku sambil mengeluarkan sebuah kotak putih kecil sementara tangannya yang lain masih memegang tanganku.

Melihatnya melakukan aksi ini, aku melihat ke sekelilingku dan orang-orang yang lewat mulai berfokus pada kami.

"Secepat ini?" tanyaku. "Apa kau berpikir untuk membawa keluargaku kesini setelah Corry kembali ke rumah?"

Chris tersenyum. "Itu bisa diatur," katanya. "Terimalah ini. Tanganku rasanya mulai pegal."

Aku dan Corry tertawa.

"Kau ini tidak romantis. Dasar," celetuk Corry.

"Tapi percayalah, ini dari dasar hatiku yang terdalam khusus untuk Carry," katanya. "Dan juga masa depanku."

"Chris, berdiri," kataku, dan ia melakukannya. "Berdiri di sebelah kananku," aku menarik badannya, "menghadap Corry." Dia melakukannya.

"Lalu?" Chris menoleh padaku.

"Corry, dia sudah berjanji seperti yang tadi dia sudah katakan," kataku. "Katakan pada Papa dan Mama bahwa aku akan mengatakan suatu kejutan pada mereka seminggu lagi, bahwa anak kembarnya yang lain juga sudah menemukan pasangan hidupnya."

"Jadi kau menerimaku sebagai kekasihmu? Maksudku," dia mengkoreksi, "pasangan hidupmu? Benar begitu?"

Aku mengangguk. "Ya, inilah jawaban doaku pada Tuhan," kataku. "Orang yang bisa membedakan aku dan Corry, dialah yang akan menjadi pasangan hidupku. Karena tidak akan lucu kalau kau salah memanggil Corry dengan sebutan 'sayang'. Aku pasti akan marah dan kecewa."

Chris tersenyum. "Aku juga tau kalau kau tersenyum arahnya pasti ke kanan, sementara Corry normal-normal saja seperti kebanyakan orang," katanya.

"Aku begitu? Aku bahkan tidak menyadarinya," aku mencoba tersenyum dan membuktikan perkataannya benar. Aku tersenyum ke arah kanan.

Corry berdehem. Aku dan Chris menoleh padanya. "Aku harus pergi sekarang," ia menyela. "Berbahagialah. Kalau waktunya tiba, kabari aku segera. Dan jangan lupa kau yang harus membayar tiket pesawat dan akomodasi keluarga termasuk Thomas."

Aku tertawa kecil. "Itu masih agak lama," kataku. "Sudah sana pergilah. Kau harus masuk karena sudah hampir jam sembilan." Corry memelukku lagi kemudian masuk ke ruang tunggu.

Aku dan Chris pergi setelah pesawat Corry lepas landas.

"Bagaimana rasanya tinggal di rumah itu?" Chris bertanya saat kami hampir sampai di rumah yang kusewa itu.

"Aku merasa nyaman," jawabku. "Bahkan aku tidak membuktikan adanya hantu atau apapun itu seperti yang digosipkan."

"Sebenarnya rumah itu ada rumah pemberian papaku sebelum ia meninggal," katanya. "Hadiah ulang tahunku."

"Oh, maaf," kataku. "Tapi benarkah begitu? Rumahmu? Sesuatu yang cukup kucu dan aneh bahwa rupanya itu rumahmu."

"Ya, dan aku tadinya menyewakannya untuk mendapat tambahan uang," lanjutnya, "tapi karena yang menyewa adalah calon pendamping hidupku, tidak akan adabbiaya sewa yang dikenakan kecuali satu."

"Apa?"

"Kau harus membuatkanku makanan setiap kali aku mengunjungimu setelah pulang kerja,"

"Kau ini," aku tertawa kecil. "Itu hal yang mudah. Aku akan membuatkan berbagai macam makanan yang sangat enak untukmu."

Tiga tahun kami berpacaran. Aku semakin mengenalnya dengan baik. Dia, Christopher Orlando, sudah dan akan lebih lagi menjadi pendamping yang sangat baik. Aku tahu, semua hal ini adalah rencana Tuhan. Aku mungkin merasakan kekecewaan di awal ketika aku berpikir bahwa Thomas adalah pria yang tepat, tapi ketika aku melihat dengan kacamataNya, aku tahu Dia punya rencana yang jauh lebih indah.

Tanggal 4 Juli 2013, semua orang terdekat menjadi saksi atas dua pasangan yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Itulah impian kedua saudara kembar ini. Mulai hari ini aku dan Corry menjalani hidup baru kami sebagai seorang istri dan juga ibu yang berbahagia.

"Terima kasih, Tuhan, untuk segalanya. Amin," aku membuka mata dan menyelesaikan doaku di pagi hari dan menjadi seseorang yang memiliki peran baru.

No comments:

Post a Comment